Tersebutlah desa ini “Kali Bokong”, sebuah perkampungan nelayan tradisional yang terletak di daerah pantura. Secara demografis, masyarakat kampung ini terbagi menjadi 2 golongan yang berbeda; daerah selatan yang berisikan kompleks perumahan yang dihuni oleh kaum elit ekonomi menengah ke atas, sementara daerah utara merupakan daerah pemukiman kumuh para nelayan miskin. Kedua daerah itu dipisahkan oleh sebuah sungai kecil (kali) yang biasa digunakan untuk mandi, maka dari itu desa ini dinamakan “Kali Bokong” dikarenakan kalian bisa disuguhkan bokong ABG sampai nenek-nenek secara gratis.
Dari sinilah ironi dimulai. Utara-Selatan atau bisa kita sebut Miskin-Kaya, tidak cukup hanya mencerminkan kelas sosial yang berbeda, pola dan kultur keagamaannya pun berbeda. Masyarakat kompleks perumahan rajin berjamaah di masjid dan rutin menghadiri pengajian mingguan, sementara para nelayan miskin jangankan sholat berjamaah di masjid, untuk sekedar sholat barang satu waktu pun mereka tidak. Saat ibu-ibu kompleks mengadakan pengajian mingguan, ibu-ibu nelayan tak pernah menghadirinya. Saat para remaja kompleks menyelenggarakan kegiatan keagamaan, remaja nelayan malah sibuk menimbang ikan.
Tidak heran, atas dasar itulah Pak Ustad seringkali mendakwa mereka sebagai orang yang miskin di dunia dan menderita di akhirat. “Sesungguhnya kefakiran itu memang dekat dengan kekufuran – dan itu dekat dengan neraka!” teriak Pak Ustad. Dianggap merusak citra kampung dikarenakan bebas mengumbar aurat saat mandi di tepian kali, dengan bokong kemana-mana. Namun, benarkah para nelayan miskin dan keluarganya ini merupakan pendosa yang pantas masuk neraka?
Kemiskinan yang mereka derita mau tidak mau memaksa mereka untuk bekerja siang dan malam sehingga mereka kesulitan mengakses masjid dan melakukan sholat apalagi berjamaah. Disaat yang bersamaan pun mereka tidak memiliki pemahaman yang memadai. Ini seperti kutuk yang berat: sudah miskin, mereka pun nggak ngerti. Sementara itu para istri dan keluarga nelayan miskin ini pun ikut berjuang demi kehidupannya. Kenyataannya, setiap kali jadwal pengajian tiba selalu bertepatan dengan tugas mereka menggarami atau menjemur ikan – yang jika tidak mereka lakukan, bagaimana lagi cara mereka melanjutkan hidup.
Pertanyaannya, kalau begini, (si)apakah yang salah? Kemiskinan dan ketidakmengertian mereka? Bukankah para nelayan ini tidak tahu caranya bisa kaya sekaligus pandai? Salah ibu-ibu yang nggak ikut pengajian atau salah Pak Ustad yang bikin jadwal pengajian? Bahkan mengenai asal-usul nama kampung mereka, jikalau ada pertanyaan “Mengapa mereka mandi di kali (dan terlihat bokongnya) ?” tentu kita pun tahu jawabannya. Jangankan kamar mandi pribadi, rumah yang layak huni pun mereka tak punya. Jadi, kalau mereka mandi di kali (dan terlihat bokongnya), sebenarnya itu bukan 100% salah mereka dong, toh mereka tidak punya pilihan lain.
Dari cerita diatas, kenapa terjadi kesenjangan diantara mereka? Apa penyebabnya? Apakah ada solusi untuk mengatasinya?
Ada yang memelihara jurang kesenjangan ini, sehingga mereka yang miskin tetap miskin dan yang kaya makin kaya.
Solusi dari semua ini adalah rasa kemanusiaan dan fase perubahan.
(1) Daripada masyarakat komplek perumahan menghabiskan dana untuk pembangunan masjid megah yang sebenarnya tidak sebanding dengan jumlah masyarakat yang ada. Mereka bisa tetap membuat masjid yang sederhana dan sisa dari dana tersebut bisa untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan didaerah nelayan miskin. (2) Daripada mereka sibuk arisan yang sebenarnya tak memiliki tujuan selain karena gengsi, mereka bisa membuat koperasi yang dikelola oleh pejabat desa, yang benar-benar terfokus pada pengembangan ekonomi yang bisa meringankan kehidupan nelayan (3) Atau yang lebih sederhana, ajarkan para nelayan ini bahwa ketika mereka melaut pun mereka masih bisa menjalankan kewajibannya. Ajari mereka nilai agama yang mereka butuhkan. Daripada hanya memvonis dengan mudahnya bahwa mereka yang menampakkan bokongnya dikali, tidak hadir dalam setiap acara keagamaan dan segala omongan miring lainnya patut dan pantas untuk masuk neraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar